Watu Ireng

Watu Ireng
Kokokan ayam dan azan pagi, membuat semangat Dedy bangun dalam menyambut dunia barunya yang penuh misteri. Sabtu ini adalah hari yang penuh misteri bagi Dedy, anak SMA pecinta olahraga bola voli. Pasalnya, ada dua hal penting yang harus dihadapi oleh Dedy. Pertama, Dedy akan menerima pengumuman kenaikan kelas, dan kedua Dedy harus bertanding turnamen bola voli tingkat provinsi. Tidak seperti hari biasanya, Dedy segera bergegas membereskan kamarnya dan keluar rumah untuk joging. Semangat luar biasa setelah ia jatuh dalam lubang keterpurukan.
Ibu Zaenah namanya, ibu yang baik, lembut, dan penuh perhatian. Ia hari ini diminta Dedy untuk ikut dengannya dalam pengambilan pengumuman kenaikan kelas. Alhasil, Dedy mendapat juara tiga dikelasnya dan sudah pasti naik ke kelas dua belas. Pencapaian yang luar biasa, Dedy sungguh tidak menyangka atas apa yang sudah ia terima.
“Karena bangun membuatmu melihat,” Ungkap ibunya dengan senyuman manis.
***
Libur terasa cepat, kebiasaan bangun siang saat libur menyulitkan mata untuk melek di pagi hari. Dasi, kaus kaki, bahkan seragampun lupa ditaruh di mana. Teriakan bu Zaenah dari dapur membuat kuping Dedy terasa panas, mau tidak mau Dedy harus bangun dan merelakan dirinya merasakan dinginnya air di pagi hari kembali.
Hari pertama masuk, SMA Bhakti menjadwalkan jam masuk untuk hari pertama pukul 08.00, suatu keberuntungan bagi anak-anak. Canda tawa, cerita, dan pamer oleh-oleh liburan menjadi topik utama hari itu. “Ded, ada hp keluaran baru nih. Kemarin gua beli cuman dua juta, lebih murah dari aslinya.” Sahut Dony ketika Dedy baru saja menaruh tas di bangku mejanya. “Wih, murah banget Dod.” Jawab Dedy dengan rasa penasaran. Hari pertama belum begitu terasa untuk bangku kelas yang baru, sharing antara guru dan teman-teman sebagai awal pembelajaran di tahun ajaran yang baru terasa singkat. Bunyi panjang bel sekolah di siang hari bertanda jam pembelajaran sudah berakhir. Dedy anak penurut yang selalu mendengarkan nasihat ibunya untuk langsung pulang sehabis selesai sekolah, menolak ajakan Dony untuk nongkrong di warung Mbak Efi, warung samping sekolah tempat anak-anak sekolah makan dan merokok.
Malam ini begitu sulit, konsentrasinya dalam belajar sangat kacau. Dedy merasa gengsi akan teman-temannya yang mempunyai HP baru dan canggih. Matanya yang penuh kesedihan melihat HP lamanya yang hanya dapat dipakai untuk SMS saja. Dedy tidak mau diam saja, tiba-tiba ia menghampiri ibunya yang sedang melihat televisi. Dengan rayuan manis, tangan Dedy yang tidak pernah memijit pundak ibunya tiba-tiba datang dan memijitnya.
“Ah ini pasti ada maunya.”
”Bu, Dedy minta HP baru dong, untuk mendukung proses belajar Dedy.” Jawabnya dengan senyum-senyum kecil.
Ibu Zaenah yang sangat mendukung proses belajar Dedy menuruti permintaannya.
Rasa senang luar biasa yang dirasakan Dedy melihat siang sepulang sekolah ada HP baru tergeletak di kamarnya. “Gunakan untuk mendukung pendidikanmu.” Secarik kertas di bawah HP barunya. Malam yang membuat Dedy tidak bisa tidur karena sibuk dengan barang barunya. Kebiasaan baru kini mendarah daging bagi Dedy, malam yang dipenuhi pembelajaran kini menjadi malam yang penuh dengan chatting, posting, dan game. Dedy yang tidak bisa mengontrol emosinya dengan gadged membuatnnya terpuruk. Derasnya sungai membuat ia tergerus begitu mudah. Tak belajar, tak latihan dan hanya dunia maya yang dimainkan.
Ia terpaksa mendapat juara terakhir di ulangan akhir semester satu dan diberhentikan dari ekstrakulikuler bola voli untuk sementara waktu. Turnamen ajang provinsi yang ia damba-dambakan, harus terhalang karena kemalasannya dalam latihan dan menganggap dirinya paling jago di timnya. Handphone baru membuat prosesnya dalam berproses di dunia pendidikan mengalami keterpurukan.
Ibu Zaenah hanya mampu diam, dan terkadang menangis melihat anak satu-satunya yang berubah secara drastis. Dedy yang nurut menjadi anak yang malas, pemberontak, dan tidak mau diatur.
Pyar,,, gelas keramik yang jatuh dari tangan dan sekujur tubuhnya terbaring di permukaan lantai. Dedy yang mengetahui ibunya terbaring dengan wajah pucat segera memanggil Jaka tetangganganya untuk membawa ibu Zaenah ke rumah sakit terdekat. Kecemasan begitu menyerang Dedy melihat ibunya terbaring dengan jarum infus yang tertancap di tanggannya.
“dok, bagaimana kondisi ibu saya?” tanya Dedy ketika melihat dokter keluar dari ruang pemeriksaan.
“Mungkin ibumu hanya stres nak, sehingga tekanan darahnya naik.”
Perasaan keibuan Dedy yang kuat membuatnya sadar akan apa yang telah terjadi. Ibunya jatuh sakit karena stres memikirkan kelakuannya. Dedy berjanji untuk berubah, ia akan menghormati proses dalam pendidikannya.
Kini pulihnya ibu Dedy kembali membuatnya bersemangat. Meja belajar yang penuh dengan debu karena jarang digunakan untuk belajar, kembali lagi disapanya. Dedy harus bekerja keras untuk mengejar materi yang tertinggal. Ia juga kembali aktif berlatih bola voli demi turnamen tingkat provinsi akhir semester dua. Tes akhir semester menuju bangku kelas XII akan dimulai, Dedy memersiapkan semuanya dengan baik.
Masalalu menjadi pelajaran yang mengubahnya. Ia berjanji akan menjadi “watu ireng” yang kuat diterjang derasnya aliran sungai.
Jumat yang melelahkan baginya, latihan diperkuat untuk hari terakhir latihan. Mengingat sabtu akhir di kelas XI Dedy akan mengikuti turnamen bola voli tingkat provinsi dan ia terpilih menjadi ketua tim untuk membawa timnya menuju permainan terbaik.
***
Setelah Dedy selesai mengambil pengumuman kenaikan kelas dengan ibunya pagi tadi, ia segera bergegas untuk melanjutkan perjuanggannya dalam turnamen bola voli tingkat provinsi. Dedy tidak boleh puas dengan kejuaraan kelas yang telah ia peroleh, perjuangannya untuk bangkit tidak hanya dalam kelas saja.
Prittt,,,, suara peluit final dalam pertandingan bola voli tingkat provinsi antara SMA Bhakti dengan SMA Budi dimulai. Dedy membawa timnya dengan baik sehingga ia masuk ke babak final. Permainan luar biasa Dedy dan teman-temannya membawa team bola voli SMA Bhakti mendapat juara satu dalam turnamen tingkat provinsi. Hari yang sungguh tidak dapat dilupakan bagi Dedy. Naik ke kelas XII dengan juara dan memenangkan turnamen bola voli yang ia dambakan sejak kelas sebelas. Sungai memang selalu membawa arus yang berbeda, tinggal bagaimana batu hitam di dalamnya mampu menahan dirinya dalam berbagai terjangan.